Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, beberapa tahun ini sektor properti di Indonesia sedang mengalami pelemahan , terutama perumahan sektor (real estate) , demand (permintaan) properti residensial pada kondisi melemah.
Menurut Yoga Priyautama, Commercial Director Lamudi.co.id, dalam kurun waktu satu bulan ,Juni-Juli 2019 tren pencarian rumah dengan harga di atas Rp 10 miliar misalnya di kawasan mewah seperti Menteng, Kemang dan Pondok Indah meningkat dari 2 persen menjadi 4 persen. banyak pengembang yang kesulitan untuk memasarkan rumah di segmen atas, bukannya karena minimnya daya beli, tetapi karena kondisi situasi politik yang masih belum stabil, para pengembang tidak ingin mengambil risiko, mereka beralih dengan lebih banyak mengeluarkan produk yang menyasar kelas menengah karena segmen ini tidak terpengaruh dengan situasi politik dan ekonomi.
Padahal kita sudah mafhum bahwa sektor properti menjadi salah satu fokus pemerintah dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini terutama sektor properti hunian rumah mewah, karena kelompok properti mewah ini adalah salah satu kelompok yang berperan penting bagi iklim usaha properti
Menghadapi kondisi tersebut maka pemerintah melalui Kementrian Keuangan membuat empat kebijakan untuk membantu menghadapi permasalahan para pengembang tersebut dua diantaranya adalah yaitu tentang relaksasi batasan nilai hunian mewah dan penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) 22 untuk hunian mewah . Diterbitkannya kebijakan relaksasi batasan nilai hunian mewah yang dikenakan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) menjadi Rp 30 miliar. Artinya, hanya hunian mewah yang meliputi rumah, apartemen, kondominium, town house, sejenisnya yang bernilai di atas Rp 30 miliar yang dikenakan PPnBM sebesar 20%. Kebijakan relaksasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.86/PMK.010/2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No.35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM.
Selanjutnya pemerintah melalui implementasi PMK No.92/PMK.03/2019 menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) 22 untuk hunian mewah yang sebelumnya sebesar 5% menjadi hanya 1%, ini merupakan payung hukum kebijakan sebagai revisi dari PMK Nomor 90 Tahun 2015 yang merupakan perubahan atas PMK Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang Tergolong Sangat Mewah.
kebijakan ini diharapkan menjadi insentif tambahan bagi sektor properti, khususnya segmen hunian mewah, dalam rangka mendorong pertumbuhan dan kontribusi sektor tersebut terhadap pendapatan nasional (PDB). dan diharapkan juga dapat membantu kepercayaan diri pengembang untuk membangun produk properti di segmen atas ,otomatis dapat memberikan margin keuntungan yang cukup besar kepada developer.
Selain itu kebijakan tersebut diharapkan menaikan minat masyarakat untuk berinvestasi di sektor properti supaya meningkat menjadi lebih tinggi karena menurut survey Bank Indonesia (BI) Mei 2019 , jika dibandingkan perbankan minat masyarakat berinvestasi pada sektor properti periode april 2019 sekitar 24 persen, mengalami penaikan sebesar 1,7 persen dari yang sebelumnya 22,3 persen. Menurut pengamat properti Ignatius Untung , peningkatan tersebut sebagai respons responden di tengah lesunya industri properti, namun ada harapan untuk membaik dalam waktu dekat. dan ia yakin yang mampu mengangkat gairah pasar properti ialah sektor properti pada kelas menengah karena KPR nonsubsidi sekarang sangat selektif dalam menentukan pembeli, juga bunga yang masih tinggi membuat pembelian terhambat.
Berarti revisi PPh 22 memiliki dua dampak penting untuk usaha perumahan yaitu ,pertama dapat mendorong penjualan dan daya saing karena semakin besar profit pengusaha industri properti, semakin besar pula kontribusinya pada pertumbuhan sektor maupun ekonomi nasional secara keseluruhan.
Selanjutnya yang kedua biasanya dengan semakin terdorongnya penjualan sektor properti mewah, maka pengembang memiliki modal lebih untuk mengembangkan segmen properti menengah ke bawah. Maka pada akhirnya seluruh lapisan industri properti dapat bergerak lebih kencang dan mendorong pertumbuhan ekonomi negara.
Penulis : Haris Sukarnayudabrata
Sumber :
https://nasional.kontan.co.id/news/tahun-ini-sektor-properti-diguyur-lima-insentif-perpajakan