Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. BPHTB merupakan salah satu jenis biaya provisi atau pajak jual beli yang harus dibayarkan saat seseorang membeli sebuah rumah. Pada transaksi jual beli tanah dan bangunan biaya BPHTB ini biasanya ditanggung oleh pembeli .
BPHTB termasuk bea karena BPHTB harus dibayar sebelum akta jual beli ditandatangani serta pembayarannyapun tidak terikat oleh waktu dan bisa bekali-kali.
Cara Menghitung BPHTB :
Untuk menghitung BPHTB maka kita perlu mengetahui Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) dengan cara mengurangkan NPOP dengan NPOPTKP.
Rumus untuk menghitung besarnya BPHTB terutang adalah :
BPHTB terutang = Tarif x NPOPKP atau 5% x (NPOP – NPOPTKP)
Contoh :
Bapak Renaldi membeli sebuah rumah seluas 150
M2 yang berada diatas sebidang tanah hak milik seluas 450 M2 di Kota Cimahi
dengan harga perolehan sebesar Rp450.000.000,- Berdasarkan data SPPT PBB
atas objek tersebut ternyata NJOPnya sebesar Rp.500.000.000,- (tanah dan
bangunan). Bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp60.000.000,- maka kewajiban
BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Rahmat tersebut adalah :
5% x (500.000.000 – 60.000.000) = Rp22.000.000,
Perlu diketahui bahwa berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan termasuk dalam pajak daerah, sehingga pelaksanaannya harus diatur dengan Peraturan Daerah.
Besaran biaya NJOPTK menurut Pasal 77 ayat (4) dan Pasal 87 ayat (4) UU No. 28 Tahun 2009, ditetapkan paling rendah sebesar Rp 10.000.000,- untuk setiap wajib pajak. Besarnya NPOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp60.000.000,- untuk setiap wajib pajak.
Penulis dan Editor : Haris Sukarna Yudhabrata