Masa pandemi ini kondisi perekonomian Indonesia mengalami penurunan yang cukup tajam begitu juga dengan sektor properti. Pemerintah segera melakukan langkah-langkah pemulihan ekonomi nasional dengan menurunkan beberapa kebijakan sebagai upaya antisipasi.
Pemerintahpun melakukan dua kebijakan yaitu dengan melakukan penurunan acuan suku bunga bank dan pelonggaran Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV). Kebijakan tersebut diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk melakukan investasi yang sempat tertahan. Berdasarkan laporan LPS ada sekitar 6.614 T dana cadangan di masyarakat yang belum tersalurkan secara maksimal.
Kebijakan pemerintah tersebut tentu saja disambut baik oleh para pelaku usaha dan masyarakat khususnya pengembang juga konsumen para pencari hunian. Optimisme pengembangpun terbangun untuk tetap eksis membangun proyek-proyek baru penyediaan hunian bagi konsumen. Sedangkan bagi konsumen harapan memiliki hunian yang terjangkau terjangkau akan segera terwujud.
Dampak kebijakan pemerintah untuk menurunkan suku bungan bank sebesar 3,75 persen akan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi indonesia sebesar 5 persen. Percepatan ekonomi tersebut tentu saja akan tercapai bila laju inflasi tetap rendah dan stabilitas eksternal tetap terjaga.
Seiring dengan penurunan suku bunga peran pelonggaran LTV/FTV akan mendorong masyarakat para pencari hunian untuk mendapatkan rumah. Kelonggaran yang ditawarkan akan menjadi pemicu naiknya sektor properti sebagai stake holder hunian bagi masyarakat. Sektor properti akan kembali mendapatkan tenaga untuk menghidupkan perekonomian yang sempat mengalami perlambatan.
Keputusan pemerintah tentang suku bunga dan LTV akan berhasil jika diiringi dengan implentasi yang tepat. Mengapa demikian ? Kegagalan sebuah kebijakan pemulihan ekonomi jangan sampai terjadi mengingat kondisi ekonomi Indonesia sudah mulai memburuk. Situasi pasar belum sepenuhnya kondusif terjadinya gagal kredit karena ketatnya aturan mengakibatkan calon debitur tertolak. Jelas kalau itu terjadi menyebabkan properti yang tersedia kurang terserap.
Oleh karena itu sikap bijak dalam menjalankan kebijakan yang fleksibel tidak kaku dan manusiawi akan sangat berarti untuk menghindari kegagalan tersebut.
Lalu bagaimanakah dengan DP 0 persen ? Perlu kehati-hatian terhadap muculnya kredit macet atau gagal kredit. Perbankan dituntut untuk selektif tapi tetapi tidak kaku dalam menjalankan aturan yang berlaku. Kepentingan masyarakat untuk memiliki hunian adalah menjadi prioritas utama tetapi tidak dengan dibayangi kegagalan membayar cicilan KPR/KPA.
Penulis/ Editor : Haris Sukarna Yudhabrata
Sumber :
https://www.youtube.com/watch?v=Z8zaDZ15p-I&t=199s
https://www.vibiznews.com/2020/12/18/prospek-saham-properti-2021-antara-suku-bunga-rendah-ciptakerja-dan-swf/