Iklim usaha pengembang properti saat ini terus bergeliat di tengah tantangannya silih berganti. Dari masalah kurs, efek perang dagang negara-negara berpengaruh dunia sampai menurunnya daya beli masyarakat. Terakhir adalah melalui Dewan Standar Akutansi Keuangan meluncur standar akuntansi keuangan baru mengadopsi sistem Internastioanal Financial Reporting Standar(IFRS) hasil kerja dewan otoritas akuntan internasional (International Accounting Standar Board).
Sedikit melihat kebelakang dalam PSAK 44, emiten properti diperkenankan mengakui pendapatan berdasarkan persentase penyelesaian proyek. Misalnya, bangun apartemen 20 lantai, tapi saat bangun 5 lantai sudah bisa diakui sebagai pendapatan karena sudah jualan dan terima uang.
Pada PSAK 72 berprinsip bahwa entitas melaporkan informasi yang berguna kepada pengguna laporan keuangan tentang sifat, jumlah, waktu, dan ketidakpastian pendapatan dan arus kas yang timbul dari kontrak dengan pelanggan.
Terkait aspek Pengakuan Pendapatan pada PSAK 72, harus melakukan analisa transaksi berdasarkan lima tahapan kontrak terlebih dahulu.
- mengidentifikasi kontrak dengan pelanggan
- mengidentifikasi kewajiban pelaksanaan
- menentukan harga transaksi
- mengalokasikan harga transaksi terhadap kewajiban pelaksanaan
- mengakui pendapatan ketika entitas telah menyelesaikan kewajiban pelaksanaan
Sistem pengakuan pendapatan dari kontrak tersebut menyebabkan turunnya pendapatan. Pengembang properti tidak bisa menghitung pendapatan melalui semua proyek karena poyek yang masih proses pembangunan tak masuk dalam laporan keuangan. Lalu bagaimana developer sementara ini menyikapi aturan akuntansi baru tersebut? Ada developer yang masih belum tau dan ada pula yang sudah melakukan antisipasi.
Agar catatan penjualan tetap bagus, developer akan memperbanyak proyek rumah tapak (model rumah terpisah dengan rumah lain, umum diistilahkan sebagai rumah tunggal bangunannya menapak langsung dengan tanah, hak kepemilikannya pun bersifat tunggal). Proyek rumah tapak hanya perlu 3-4 bulan penyelesaian kemudian serah terima kepada konsumen dan bisa diakui sebagai pendapatan. Namun proyek rumah susun ataupun highrise terutama katagori mix use bisa 4 sampai 5 tahun.
Beberapa developer saat ini ada yang menganggap PSAK 72 tidak terlalu mempengaruhinya karena dalam kondisi jumlah proyek berjalannnya cukup banyak atau akan banyak serah terima unit dalam waktu dekat.
Strategi lain dilakukan developer adalah mengambil langkah pendanaan untuk mengubah profil utang mereka dan sekaligus untuk modal pengembangan usaha ke depan. Sebagai contoh strategi ini dilakukan oleh perusahaan properti plat merah PP Properti, Tbk. Perusahaan ini akan merilis obligasi Rp 1.2 Triliun sebagai bagian dari program Obligasi Berkelajutan PP Properti dengan target dana total Rp 2.4 Triliun.
Terkait hal ini, software keuangan akunting ECes.Q untuk developer hunian dengan kelengkapan fitur khusus Pengakuan Pendapatan pada modul Akunting nya sangat menarik untuk diketahui oleh developer properti. ECes.Q telah dipakai dan memberi manfaat di banyak proyek pengembangan properti di Indonesia.
Jika Anda developer perumahan dan apartemen maka wajib mengetahui lebih jauh software ECes.Q ini.
Februari 2020